FISIP_UPS_TEGAL

Menipisnya Fungsi dan Peran Koalisi Bagi Partai Politik

Setelah pengumuman hasil pemilu legislatif 2009, para parpol kerap mondar-mandir keliling rumah Tokoh Elit Politik untuk membahas sebuah Koalisi Besar dengan menamakan diri kerjasama legislatif dalam pemerintahan periode 2009-2014. padahal secara kasap mata koalisi besar tersebut hanya sebuah intrik bagi-bagi kekuasaan semata. Dan orientasinya pada kemenangan belaka. Semakin polutifnya kondisi politik kita? Dimana kolalisi hanya dijadikan ajang memperoleh hasrat kekuasaan dan bagi-bagi posisi dipemerintahan kelak bagi para Elit partai politik. Entah faktor apa yang membuat partai-partai keluar dari ideologi dan platformnya sehingga mau berkoalisi dengan partai lain yang notabenenya berbeda secara ideologi dan platform tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Din Syamsudin bahwa telah terjadi distorsi makna atas gagasan koalisi strategis partai-partai Islam menjelang Pemilu 2009. koalisi strategis bisa disebut sebagai poros tengah tetapi maknanya berbeda dengan poros tengah 2004. Ia menjelaskan koalisi strategis partai-partai Islam tidak sekadar koalisi menghadapi pemilihan presiden tetapi juga dalam menghadapi persoalan strategis kebangsaan. Din juga menilai partai-partai Islam atau yang berbasis massa Islam terkesan menyatakan diri berbeda satu sama lain padahal sama-sama mengaitkan diri dengan Islam sehingga umat di lapis bawah bingung dan terpecah. Kondisi seperti itu, katanya, tidak positif bagi citra politik Islam dan konsolidasi demokrasi Indonesia. Gagasan koalisi strategis berjangka panjang adalah merancang pola hubungan antara partai-partai Islam atau berbasis massa Islam tanpa harus melebur eksistensi mereka. Masalah strategis, katanya, tidak hanya pemilihan presiden yang berjangka pendek. "Koalisi strategis ini merupakan realisasi ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam) dan silaturrahmi dalam kehidupan politik. Itu adalah ajaran Islam. Mereka yang mendasarkan diri kepada Islam perlu mengamalkannya," kata mantan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia itu. Koalisi strategis itu, kata Din, untuk memudahkan komunikasi antarsesama juga dengan lingkaran politik lain untuk membangun "Simpul Lingkaran Kebangsaan Indonesia" yang majemuk. Koalisi Strategis juga untuk memudahkan pencairan dikotomi politik nasionalis dan Islam yang sudah tercipta sejak dulu dan masih ada dengan keberadaan partai-partai Islam dewasa ini. "Kalau poros umat berhubungan dengan orang perorang tetapi koalisi strategis berhubungan dengan bentuk komunikasi antarpartai," kata tokoh yang bernama lengkap Sirajuddin Syamsuddin itu. Bila dikaitkan dengan pemilihan presiden maka koalisi strategis bertujuan meningkatkan "political leverage" (pengaruh politik) partai Islam agar tidak sekadar menjadi pelengkap penyerta seperti saat ini lantaran partai-partai Islam masih berjalan sendiri-sendiri."Hanya partai yang tidak mau mengamalkan ajaran ukhuwah dan silaturahmi atau karena egoisme kepartaian yang akan menolak ajakan moral ini”.

Koalisi itu digagas dan dibentuk untuk mencapai sebuah tujuan yang mungkin dicapai pada saat pilkada digelar. Hanya sayangnya ada kelemahan kalau hanya menggagas koalisi sempit seperti itu. Koalisi seperti ini gampang bubar karena orientasinya adalah kemenangan dalam kemenangan mensyaratkan pembagian kekuasaan secara bersama dan secara adil. Kerap terdengar bagaimana setelah pilkada banyak pihak yang tadinya mengusung calon tertentu malah kemudian ”balik kanan” dan menjadi rival politik. Apa yang tadinya digagas untuk menyelenggarakan pembangunan secara bersama-sama malah bubar di tengah jalan dan menjadi kontraproduktif dengan apa yang seharusnya bisa dicapai bersama. Masyarakat juga akan bingung dalam menentukan pilihan manakala koalisi strategis yang memang sangat rentan tadi bubar. Masyarakat akan sulit menentukan pilihan politik—sebagaimana lazim di negara maju—yang akan terus dipegang karena diyakini sebagai keputusan politik penting dalam hidup mereka. Karena itulah ketika pembicaraan mengenai koalisi-koalisi ini sedang menghangat, ada baiknya para politisi meninggalkan sifat pragmatis sesaat. Koalisi tetaplah merupakan upaya untuk memenangkan kompetisi tetapi sebaiknya digagas dalam jangka yang panjang. Kalaulah koalisi tertentu gagal dalam memperoleh suara signifikan, misalnya, maka yang dipentingkan bukanlah mencari kambing hitam dan saling tuding tetapi justru semakin mengasah kemampuan membangun koalisi politik yang sehat. Kita berharap bahwa pembicaraan mengenai gerakan-gerakan politik saling mendukung dalam bentuk koalisi ini bisa diarahkan ke dalam bentuk yang paling baik dan paling berarti bagi bangsa ini, bukan hanya paling baik bagi elit politik maupun partainya saja. (EH/2009)

 

 

BEM FISIP

Universitas Pancasakti Tegal

http://fisipups.blogspot.com

http://fisipups.wordpress.com

0 Komentar untuk "Menipisnya Fungsi dan Peran Koalisi Bagi Partai Politik"
Back To Top