FISIP_UPS_TEGAL

Artikel Tentang Pemilu Legislatif

Pemilihan umum adalah merupakan sarana politik untuk mewujudkan suatu lembaga Negara yang representative, akuntable dan berlegitimasi. Penyelenggaraan pemilu secara reguler merupakan sarana untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat, pengisian jabatan politik kenegaraan oleh rakyat secara langsung, dan sekaligus sebagai sarana control dan evalusi politik rakyat secara langsung terhadap penyelenggaraan Negara pada masa lalu dan masa mendatang. Sedang Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Melalui proses pemilu diharapkan akan dapat terwujud suatu mekanisme yang mampu menjamin pergeseran kekuasan (transfer power) dan kompetisi kekuasaan (power competition) disuatu Negara secara damai dan beradab. Pemilu sebagai sarana memilih perwakilan politik. Adapun keterwakilan politik, menurut Robert Seiglio (1995) adalah mekanisme partisipasi rakyat secara tidak langsung dalam proses kenegaraan melalui lembaga perwakilan yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

Masuknya Indonesia pada era reformasi pada tahun 1998 telah mengantarkan bangsa ini pada sistem pemerintahan yang demokratis. Sistem pemerintahan yang demokratis mengamanatkan agar diselenggarakannya Pemilihan Umum. Pada tahun 1999 Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) yang demokratis setelah berlangsungnya Pemilu pada tahun 1955. Kemudian bergerak lebih jauh, yaitu dengan diamandemennya UUD 1945 oleh MPR maka pada tahun 2004, Indonesia memilih Presiden dan seluruh anggota legislatif yang terdiri dari anggota DPR, DPRD dan DPD dengan pemilihan secara langsung. Pemilihan Presiden dan anggota legislatif ini kemudian diikuti dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung dengan landasan hukum UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dilaksanakannya Pemilu pada tahun 2009 dan juga Pilkada yang dimulai sejak pertengahan 2005 secara langsung telah membuat sistem demokrasi Indonesia melangkah dari sistem demokrasi perwakilan ke sistem demokrasi langsung yang lebih merepresentasikan kedaulatan rakyat. Harapan masyarakat sendiri sangat besar terhadap Pemilu dan Pilkada secara langsung karena masyarakat merasa dengan dilaksanakannya demokrasi langsung akan terpilih para pemimpin nasional ataupun lokal yang memiliki integritas, kredibel dan absah.

Namun penyelengaraan pemilu 2009 dan Pilkada di berbagai daerah memiliki berbagai kekurangan. Kekurangan ini terjadi karena terdapat minimnya sosialisasi pada pemilu dan pilkada yang telah berlangsung. Lemahnya sosialisasi ini mengakibatkan berbagai permasalahan pelaksanaan pemilihan seperti besarnya kertas suara sehingga pihak pemilih banyak yang bingung menentukan pilihannya serta minimnya jatah waktu sosialisasi kepada pemilih. Kejadian ini mengakibatkan timbulnya berbagai konflik dan lebih jauh hal tersebut juga mempengaruhi keabsahan hasil pemilihan di mata masyarakat.

Menurut Joko J. Priatmoko (2008), pemilu merupakan sarana kehidupan politik Negara demokrasi modern. Dilihat dari proses pelaksanaan, pemilu termasuk kategori multi-sistem atau terdiri dari beberapa sub-sistem. Sebagian sub-sistem pemilu merupakan elemen teknis, seperti pendaftaran pemilih, daerah pemilihan, dan penentuan pemenang. Dalam pendekatan neo-institutionalism, hubungan antara system dan fungsi pemilu bersifat trade-off. System pemilu tertentu akan melahirkan fungsi pemilu tertentu pula. Karena itu, system pemilu disebut sebagai constitutional engineering.

Pada Pemilu kemarin, KPU mendapat tantangan besar, yakni perubahan tata cara pemberian suara., yaitu dengan Mencontreng nama caleg atau mencontreng tanda gambar partai. Pada pelaksanaan pemilu yang terdahulu, Dari pemilu tahun 1955 bahkan terakhir pada pemilihan kepala Daerah atau Pilkada (Pemilu Gubernur dan Pemilihan Bupati/ Wali Kota) tahun 2008 kemarin masih menggunakan cara lama yaitu mencoblos.

Menurut Survey beberapa lembaga survey baik lokal maupum nasional dilapangan sebelum pelaksanaan Pemilu Legislatif, banyak kasus bahwa sosialisasi pemberian suara masih sangat minim dimasyarakat ditambah lagi dengan persiapan KPU yang dinilai terlalu tergesa-gesa, Hal ini dibuktikan melalui Survey hanya 68.25% yang mengetahui dalam pemilu kemarin dengan memberi tanda contreng. Sementara 26.25% pemilih masih ingin memberikan tanda suara dengan cara mencoblos.Sedangkan yang ragu-ragu terhadap keduanya 5.50%. Adanya angka sekitar 30% yang ingin mecoblos dan ragu-ragu memberitakan tanda suara membuktikan KPU tidak efektif dalam melakukan sosialisasi. Sehingga perlu adanya upaya sosialisasi pemberian suara pada pemilihan umum legislatif secara Efektif.


0 Komentar untuk "Artikel Tentang Pemilu Legislatif"
Back To Top